...

PERUBAHAN BESARAN TANGGUNG JAWAB PIHAK PELAYARAN DALAM KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan HAGUE RULES

KUHD Indonesia, yang berasal dari zaman kolonial Belanda, belum mengalami perubahan signifikan terkait besaran tanggung jawab pihak pelayaran. Aturan dalam KUHD cenderung masih tradisional dan belum sepenuhnya mengakomodasi perkembangan industri pelayaran modern. Sedangkan Hague Rules, yang diadopsi pada tahun 1924, telah mengalami beberapa perubahan melalui protokol-protokol tambahan:
1. Protocol to Amend the International Convention for the Unification of Certain Rules of Law Relating to Bills of Lading (Hague-Visby Rules) 1968: Meningkatkan batas tanggung jawab pengangkut.
2. SDR Protocol 1979: Mengubah satuan perhitungan dari franc emas menjadi Special Drawing Rights (SDR). Perubahan-perubahan ini meningkatkan batas tanggung jawab pengangkut dan menyesuaikan metode perhitungannya dengan standar internasional.

Namun, perlu dicatat bahwa penerapan aturan-aturan ini dapat bervariasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Penerapan prinsip-prinsip Hague-Visby Rules dan SDR Protocol di Indonesia, meskipun belum diratifikasi secara resmi:
Adaptasi dalam Peraturan Nasional:

  • Beberapa prinsip dari konvensi-konvensi internasional ini telah diadaptasi ke dalam peraturan nasional Indonesia, terutama melalui:

UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan

  • Batas Tanggung Jawab:

Meskipun tidak mengadopsi angka spesifik dari Hague-Visby Rules, peraturan Indonesia telah mengatur batas tanggung jawab pengangkut. Namun, besarannya mungkin berbeda dan perlu diperiksa dalam peraturan terbaru.

  • Periode Tanggung Jawab:

Konsep perpanjangan periode tanggung jawab pengangkut, mirip dengan yang ada di Hague-Visby Rules, telah diadopsi dalam praktik bisnis pelayaran di Indonesia.

  • Penggunaan SDR:

Meskipun Indonesia belum meratifikasi SDR Protocol, penggunaan Special Drawing Rights (SDR) sebagai satuan perhitungan dalam transaksi internasional telah diakui dan diterapkan dalam beberapa aspek bisnis pelayaran.

  • Praktik Bisnis:

Banyak perusahaan pelayaran di Indonesia, terutama yang terlibat dalam perdagangan internasional, secara sukarela mengadopsi standar Hague-Visby Rules dalam kontrak pengangkutan mereka.

  • Pengaruh pada Pengadilan:

Meskipun tidak mengikat secara hukum, pengadilan Indonesia sering mempertimbangkan prinsip-prinsip dari konvensi internasional ini ketika menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan pelayaran internasional.
Ada upaya berkelanjutan untuk mengharmonisasi hukum pelayaran Indonesia dengan standar internasional, yang mungkin akan membawa peraturan nasional lebih dekat ke prinsip-prinsip Hague-Visby Rules di masa depan. tentang tindakan atau kesalahan yang dapat menggugurkan peraturan tersebut, Beberapa situasi yang umumnya dikenal dapat menghilangkan atau membatasi hak pengangkut untuk memberlakukan pembatasan tanggung jawab:

Kesengajaan (Willful Misconduct):
Jika pengangkut terbukti melakukan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan kerugian atau kerusakan pada barang.
Tindakan yang dilakukan dengan mengetahui bahwa kerusakan kemungkinan besar akan terjadi.


Kelalaian Berat (Gross Negligence):
Tindakan atau kelalaian yang sangat serius yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap konsekuensi yang mungkin timbul.
Dalam beberapa yurisdiksi, kelalaian berat dapat disetarakan dengan kesengajaan.


Penyimpangan dari Rute (Deviation):
Penyimpangan yang tidak wajar dari rute yang telah disepakati tanpa alasan yang sah.
Namun, penyimpangan untuk menyelamatkan nyawa atau properti di laut umumnya dibenarkan.


Pengangkutan di Atas Geladak (On-Deck Carriage):
Jika barang diangkut di atas geladak tanpa persetujuan pengirim, sementara dalam bill of lading dinyatakan sebagai pengangkutan di bawah geladak.


Pelanggaran Kontrak yang Fundamental:
Pelanggaran kontrak yang sangat mendasar sehingga mengubah sifat dasar dari perjanjian pengangkutan.


Ketidakakuratan dalam Deskripsi Barang:
Jika pengangkut dengan sengaja memberikan deskripsi yang tidak akurat tentang barang dalam bill of lading.


Keterlambatan yang Berlebihan:
Keterlambatan yang sangat berlebihan dalam pengiriman yang tidak dapat dijelaskan atau dibenarkan.


Pelanggaran Peraturan Keselamatan:
Pelanggaran serius terhadap peraturan keselamatan yang mengakibatkan kerusakan atau kehilangan barang.


Kegagalan dalam Pemeliharaan Kapal:
Kegagalan untuk menjaga kelaikan laut kapal yang mengakibatkan kerusakan pada barang.

Perlu dicatat bahwa penerapan prinsip-prinsip ini dapat bervariasi tergantung pada yurisdiksi dan interpretasi pengadilan. Di Indonesia, meskipun prinsip-prinsip ini umumnya diakui, penerapan spesifiknya mungkin berbeda dan perlu dilihat dalam konteks hukum Indonesia yang berlaku.

Artikel Lainnya